DUA pria itu duduk khidmat di bale-bale, dalam kegelapan.
Mulutnya komat-kamit , membacakan doa-doa. Mata mereka terpejam.
Di belakang mereka, dari semak pepohonan tua yang tidak
pernah dijamah manusia, terdengar suara gemerisik, seperti ada yang berjalan. Suara gemerisik yang halus itu terdengar seperti
mondar-mandir, dari belakang hingga ke
pinggir mereka --yang juga berupa semak belukar.
Kedua pria menahan napas. Mereka seperti terpengaruh oleh suara gemeresik itu. Seperti ketakutan. Tetapi mereka tidak
beranjak dari tempatnya. Mereka tetap duduk
dengan mata terpejam. Mulut tetap komat-kamit, membacakan doa-doa.
Khusyu sekali.
Keduanya , yang diketahui berasal dari Subang, dipastikan ingat pesan
juru kunci (kuncen), bahwa jika mendengar atau melihat sesuatu yang aneh saat
tirakat, abaikan saja. Itu hanya bayangan dalam pikiran yang berniat
membuyarkan tekad.
“Bacalah terus doa agar tidak tergoda. JIka dibiarkan, dia
akan lenyap dengan sendirinya,” begitu kata sang kuncen.
Ternyata benar. Tak lama, suara gemerisik itu hilang. Kedua
pria itu pun lega, dan rasa takutnya
lenyap seketika.
Keduanya, kemudian melanjutkan “semedi”nya di Pulo Majeti
yang dikenal –oleh yang percaya, sebagai Kerajaan Onom
tersebut.
Saat itu malam Jumat Kliwon, sekira pukul sepuluh malam.
***
PROLOG di atas bukan rekaan, tapi nyata.
Fakta di atas pun bukan
kejadian tahun 1970-an atau 1980-an saja, tetapi kejadian di pengujung
tahun 2011, yakni di masa facebook dan tweeter
semakin mendapatkan tempat di hati
warga dunia, termasuk Indonesia.
Awalnya, sebenarnya, penulis pun tidak percaya soal masih adanya orang
yang datang ke Pulo Majeti di Kec. Purwaharja, Kota Banjar untuk tujuan tertentu di luar nalar. Ya, masa
di jaman sekarang masih ada orang yang memercayai hal-hal gaib, supranatural
dan sebangsanya?
Akan tetapi, penulis kemudian sadar bahwa di jaman sekarang
memang tidak sedikit orang yang masih percaya dunia gaib; bahkan meyakini bahwa
yang gaib di Pulo Majeti, bisa membantu mereka dalam urusan duniawi.(bersambung)
0 Comments