Kini, seperti disinggung tadi, Pulu Majeti dan onomnya telah
menjadi situs budaya yang dilindungi. Akan tetapi, kawasan yang dilindungi
tersebut tidak seluruh areal rawa Onom yang berada di kawasan tersebut, yakni
seluas 947 hektar. Yang masuk situs budaya hanya Pulo Majeti yang berupa  gunung yang di atasnya tumbuh pepohonan tua
itu saja.
Tidak diketahui mengapa hanya Pulo Majetinya saja yang dilindungi.
Padahal, ada baiknya kawasan rawa yang disebut Rawa Onom itu juga dilindungi,
karena berkaitan erat  dengan Pulo
Majeti. 
Menurut sejumlah sumber, kawasan rawa  yang luasnya ratusan hektar tesebut memang
menjadi kawasan yang dikuasai bangsa onom. Karena itu, bisa dipahami jika
banyak pihak yang mengharapkan agar rawa tersebut juga dilindungi.
Selain rawa di dekat Pulo Majeti, bangsa onom juga, konon,  “menguasai” rawa atau ranca (bahasa Sunda)  lainnya, yakni rawa ratusan bahkan ribuan hektar
di Rawalakbok, Kec. Rancah, Kab. Ciamis. 
HAL lain yang diperoleh penulis setelah bolak-balik ke
Majeti dan Rawa Onom, ternyata di tempat tersebut tidak ditemukan hal yang luar
biasa. Penulis juga tidak menemukan sesuatu yang menyebabkan tempat tersebut
keramat.
Di Pulo Majeti, seperti pernah disinggung di muka, penulis
hanya menemukan batu-batu tua dan “saung” keropos, juga pepohonan tua yang
rimbun, yang dilindungi pemerintah karena masuk situs budaya. Penulis, tidak
sempat melihat keraton yang disebut-sebut berdiri megah di pulau tersebut. 
Demikian pula di rawa seluas ratusan hektar tersebut. Di
rawa tidak dilihat adanya kesibukan para onom. 
Yang ada, sejauh mata memandang, hanya hamparan rawa yang sebagian di
antaranya tidak berair alias kering, serta sejumlah orang yang sedang bertani
atau mencari  paray, ikan kecil khas Ciamis dan Banjar.
Itulah yang dilihat penulis, sebagai orang awam, yang tidak
memiliki penglihatan lebih.
Akan tetapi, apa yang dilihat penulis tersebut tentu saja
berbeda dari penglihatan “orang pintar”.  Apa yang dilihat mereka justru jauh berbeda
dengan penglihatan  penulis dan orang
awam lainnya. Penglihatan mereka justru sangat 
mencengangkan. Betapa tidak?
Menurut orang pintar  termasuk
menurut juru kunci Pulo Majeti, di pulau tersebut sebenarnya berdiri sebuah
keraton maha megah yang konon terbuat dari emas. Namanya ya Kerajaan Pulo
Majeti. Di keraton itu juga ada raja dan ratu serta rakyatnya yang setia kepada
raja. 
Bagi kita, tentu saja cerita tersebut tidak masuk akal.
Namun itulah kenyataan yang terjadi di lingkungan kita. 
Termasuk yang dianggap tidak masuk akal juga, adalah
kepercayaan sejumlah orang bahwa dengan datang dan berziarah apalagi melakukan
tapa brata secara sungguh-sungguh di Pulo Majeti maka seluruh keinginan akan
terpenuhi. Jika ingin naik pangkat, misalnya, pangkatnya suatu ketika akan
naik, jika ingin kaya atau sukses dalam bisnis, suatu saat pasti akan kaya dan
sukses.
Itu terjadi, konon, karena di kalangan bangsa onom tersebut,
ada yang bertugas membantu manusia yang datang ke Pulo Majeti khusus untuk
meminta bantuan. (bersambung)***
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
0 Comments