Onom, di Era Facebook dan Tweeter (8)

Kini, seperti disinggung tadi, Pulu Majeti dan onomnya telah menjadi situs budaya yang dilindungi. Akan tetapi, kawasan yang dilindungi tersebut tidak seluruh areal rawa Onom yang berada di kawasan tersebut, yakni seluas 947 hektar. Yang masuk situs budaya hanya Pulo Majeti yang berupa  gunung yang di atasnya tumbuh pepohonan tua itu saja.
Tidak diketahui mengapa hanya Pulo Majetinya saja yang dilindungi. Padahal, ada baiknya kawasan rawa yang disebut Rawa Onom itu juga dilindungi, karena berkaitan erat  dengan Pulo Majeti.
Menurut sejumlah sumber, kawasan rawa  yang luasnya ratusan hektar tesebut memang menjadi kawasan yang dikuasai bangsa onom. Karena itu, bisa dipahami jika banyak pihak yang mengharapkan agar rawa tersebut juga dilindungi.
Selain rawa di dekat Pulo Majeti, bangsa onom juga, konon,  “menguasai” rawa atau ranca (bahasa Sunda)  lainnya, yakni rawa ratusan bahkan ribuan hektar di Rawalakbok, Kec. Rancah, Kab. Ciamis.
HAL lain yang diperoleh penulis setelah bolak-balik ke Majeti dan Rawa Onom, ternyata di tempat tersebut tidak ditemukan hal yang luar biasa. Penulis juga tidak menemukan sesuatu yang menyebabkan tempat tersebut keramat.
Di Pulo Majeti, seperti pernah disinggung di muka, penulis hanya menemukan batu-batu tua dan “saung” keropos, juga pepohonan tua yang rimbun, yang dilindungi pemerintah karena masuk situs budaya. Penulis, tidak sempat melihat keraton yang disebut-sebut berdiri megah di pulau tersebut. 
Demikian pula di rawa seluas ratusan hektar tersebut. Di rawa tidak dilihat adanya kesibukan para onom.  Yang ada, sejauh mata memandang, hanya hamparan rawa yang sebagian di antaranya tidak berair alias kering, serta sejumlah orang yang sedang bertani atau mencari  paray, ikan kecil khas Ciamis dan Banjar.
Itulah yang dilihat penulis, sebagai orang awam, yang tidak memiliki penglihatan lebih.
Akan tetapi, apa yang dilihat penulis tersebut tentu saja berbeda dari penglihatan “orang pintar”.  Apa yang dilihat mereka justru jauh berbeda dengan penglihatan  penulis dan orang awam lainnya. Penglihatan mereka justru sangat  mencengangkan. Betapa tidak?
Menurut orang pintar  termasuk menurut juru kunci Pulo Majeti, di pulau tersebut sebenarnya berdiri sebuah keraton maha megah yang konon terbuat dari emas. Namanya ya Kerajaan Pulo Majeti. Di keraton itu juga ada raja dan ratu serta rakyatnya yang setia kepada raja.
Bagi kita, tentu saja cerita tersebut tidak masuk akal. Namun itulah kenyataan yang terjadi di lingkungan kita.
Termasuk yang dianggap tidak masuk akal juga, adalah kepercayaan sejumlah orang bahwa dengan datang dan berziarah apalagi melakukan tapa brata secara sungguh-sungguh di Pulo Majeti maka seluruh keinginan akan terpenuhi. Jika ingin naik pangkat, misalnya, pangkatnya suatu ketika akan naik, jika ingin kaya atau sukses dalam bisnis, suatu saat pasti akan kaya dan sukses.
Itu terjadi, konon, karena di kalangan bangsa onom tersebut, ada yang bertugas membantu manusia yang datang ke Pulo Majeti khusus untuk meminta bantuan. (bersambung)***

Post a Comment

0 Comments