Salahsatunya adalah mencari pasir di tepian Sungai Citanduy.
Menurut penulusuran Mang Ape, warga Banjar yang terpaksa
menceburkan diri ke sungai Citanduy yang
airnya kini keruh, untuk mengeruk pasir,
lebih dari 200 orang. Mereka terdiri dari remaja dan orang tua, pria.
“Kalau tidak salah, warga yang berprofesi sebagai pencari
pasir di sepanjang sungai ini, sekitar 200 orang, Mang,” kata beberapa pencari
pasir.
Tipa hari, atau ketika cuaca bagus dan air Citanduy
tenang, mereka turun ke tepian sungai.
Terkadang mereka harus mengeruk pasir sampai ke tengah sungai yang cukup dalam.
Sampan kayu atau perahu motor menjadi salahsatu alat yang
digunakan. Alat lainnya, antara lain cangkul, dan pengki atau semacamnya, untuk
mengeruk pasir.
Pasir yang berhasil dikeruk dari dasar sungai, diangkat ke
perahu dengan susah payah. Setelah perahu penuh, pasir yang basah oleh air,
kemudian dibawa ke tepian dan diangkat ke daratan. Pasir itu, setelah terkumpul
banyak segera dijual ke “agen” yang sudah siap dengan truknya.
Berapa besar uang yang dihasilkan mereka? Ternyata tidak
banyak. Hanya puluhan ribu per minggu, karena tergantung cuaca. Dan penghasilan
mereka, tidak sebanding dengan bahaya yang harus mereka hadapi, serta keringat
yang keluar deras karena harus mengeluarkan tenaga cukup besar.
Di Pemkot Banjar yang dana pembangunannya besar, haruskah
mereka ada? Sudah adakah perhatian dari pemerintah agar keselamatan dan
kehidupan pencari pasir beserta keluarganya terjamin?**
0 Comments