Mari Istikhoroh untuk Cari Calon Pemimpin Sejati

Hampir seluruh partai politik di Kota Banjar saat ini sedang sibuk mencari figur terbaik untuk dicalonkan menjadi calon walikota atau wakil walikota Banjar yang akan dihelat sekira Agustus 2013. Berbagai metode pencarian dilakukan, termasuk metode survey, seperti yang dilakukan partai pemenang Pemilu di Banjar, Partai Golkar, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Beberapa partai memang ada yang tidak melalui metode tersebut. Pasalnya, ketua partai yang bersangkutan, misalnya PDI Perjuangan, Demokrat, Partai Gerindra, PAN, sudah sejak jauh hari mendeklarasikan diri sebagai bakal calon walikota atau wakil walikota.
Seorang teman jurnalis dan pemilik majalah pertama di Banjar, Fase, Bambang, mengatakan, ketua partai sudah “mengunci partainya”. Merekalah calon yang akan maju. Orang di luar partai, harus berjuang keras bila ingin didukung partai tersebut.
Atas dasar itulah, ketika ada seorang tokoh, pengusaha besar mengundang para pimpinan parpol dan mendeklarasikan diri sebagai calon walikota, pimpinan dan pengurus parpol umumya memandang sebelah mata. Padahal, sang pengusaha sudah siap dengan “pelurunya” yang besar karena memang termasuk pengusaha tajir di Kota Banjar.
“Sebelum dia, ya gue yang maju!” demikian kata seorang pengurus parpol.
Wajar? Ya, wajar sekali. Ketua parpol manapun tidak akan menghentikan karirnya di tingkat ketua parpolnya. Dia pasti berharap lebih dari itu, menjadi pemimpin daerah. Apalagi jika pemimpin tertinggi parpolnya memberi mandat atau amanat untuk maju. Bahkan, biasanya, tak ada mandatpun selalu berusaha untuk maju, dengan berbagai cara.
Itulah kodrat manusia.
Tepatkan cara itu? Ada beberapa pandangan soal tepat dan tidaknya sikap tersebut. Tetapi saya tidak mau menyoal hal itu. Yang akan disoal dalam tulisan ini, adalah sebuah pemikiran yang sepertinya perlu menjadi bahan pemikiran pengurus parpol, tarohlah oleh Partai Golkar, dan PKS, yang saat ini sedang mencari figur yang layak didukung, melalui metode survey.
Pemikiran itu adalah dilaksanakannya metode istikoroh yang melibatkan kiai atau ajengan yang netral. Pemikiran saya, metode survey terus saja dilakukan, misalnya oleh Golkar Banjar melalui Lembaga Survey Indonesia (LSI) yang memang sudah tidak diragukan lagi kehandalannya.
Metode yang digunakan LSI, sejauh diketahui, bagus sekali, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Akan tetapi, bersamaan dengan survey, ada baiknya parpol mengajak ulama, kiai, ajengan untuk melakukan istikoroh terhadap tokoh-tokoh yang disurvey, untuk mencari yang baik atau diridoi Allah SWT. Istokoroh bisa dilakukan bersamaan, bisa juga terpisah. Dengan catatan, mereka yang dimintai melakukan istikoroh harus netral, tidak ada kaitan dengan tokoh yang jadi objek istikoroh.
Pemikiran saya, boleh jadi, yang baik, dan elektabilitasnya tinggi berdasarkan masukan masyarakat, di mata Allah SWT sang pemilik jiwa, lain. Tentu akan lebih baik jika yang baik berdasarkan survey, baik juga di mata Allah SWT. Yang berduit, mungkin disukai masyarakat, tetapi apakah Allah SWT meridoi dia?
 Perlunya hal itu dilakukan, agar calon pemimpin yang diusung partai nanti benar-benar amanah, bisa melaksanakan tugas dengan baik, selama lima tahun pasca terpilih. Jika tidak lebih baik dari Walikota Banjar dr. H. Herman Sutrisno yang memimpin Banjar selama dua periode, minimal sama dengan kemampuannya.
 Pemikiran ini, sudah saya sampaikan kepada dr. Herman Sutrisno dan Dadang Kalyubi selaku pimpinan dan sekertaris Partai Golkar. Juga kepada pimpinan PKS Banjar serta unsur pimpinan PKB Banjar, Dadang S. Tetapi saya tidak tahu, apakah direspon dengan baik atau tidak. (aam p sutarwan)

Post a Comment

0 Comments