DI Kota Banjar seperti diketahui umum, yang namanya rentenir atau 
lintah darat, tumbuh cukup subur.  Padahal, Pemkot Banjar sudah berupaya
 memperkecil jumlah  mereka, dengan berbagai cara, termasuk mempermudah 
izin pendirian lembaga keuangan mikro yang berdiri untuk kepentingan 
rakyat kecil.
Sejauh diketahui, para rentenir itu bergerak leluasa
 di pasar-pasar,  baik pasar besar yang beroperasi tiap hari, maupun 
pasar “kecil” yang beroperasi pada hari-hari tertentu seperti Pasar 
Langkaplancar dan Pasar Langensari. Tujuan pergerakan mereka, tiada lain
 untuk mencari mangsa, yakni para pedagang kaki lima atau pedagang kios 
yang butuh modal mendadak.
Mereka juga masuk-keluar kampung dan 
mendirikan “homebase” di wilayah tertentu. Tujuannya sama, yakni mencari
 mangsa masyarakat kecil yang butuh dana mendadak untuk berobat, sekolah
 anak, modal warung, atau kebutuhan mendadak lainnya. “Homebase” 
didirikan di kawasan perkampungan, adalah untuk mempermudah akses mereka
 ke masyarakat.
Sejauh diketahui, rentenir atau lintah darat 
tersebut begitu populer , bahkan oleh segelintir masyarakat dianggap 
“dewa penolong”.  Betapa tidak? 
Di saat perbankan atau lembaga 
keuangan menerapkan persyaratan yang sedikit njelimet, misalnya 
mengharuskan peminjam  (walau jumlah yang dipinjam di bawah Rp 5 juta) 
mempunyai jaminan misalnya jaminan usaha atau benda, rentenir tidak 
menerapkan aturan tersebut. Rentenir bisa dengan mudah memberikan 
pinjaman, tanpa jaminan apapun. 
Memang, bunga yang harus dibayar 
peminjam  rata-rata tinggi, jauh sekali dengan bunga dari perbankan 
resmi. Akan tetapi, umumnya hal itu tidak disoal masyarakat. Yang 
penting, uang yang dibutuhkan segera cair, urusan lain yakni tingginya 
bunga yang dikemudian hari bisa berbunga lagi, adalah urusan belakangan!
 
“Nu penting, abdi gaduh modal usaha. Soal bunga, teu janten 
soal. Kumaha engke we mayarna mah. Eta margina, Bapa X teh kanggo abdi 
mah sapertos dewa we,” kata Mang Yuyu, warga Langkaplancar, Langensari 
suatu ketika.
Mang Yuyu bertutur, sebelum meminjam dana ke Bapak X
 sampai tiga kali, dia sebenarnya berusaha meminjam uang ke bank yang 
menamakan diri bank rakyat. Akan tetapi, ajuan kreditnya tidak pernah 
direspon, dengan alasan tidak ada jaminan. Akhirnya dia lari ke rentenir
 yang lebih mudah, tanpa ada persyaratan berat.
ITULAH sebabnya, 
rentenir atau lintah darat itu, diharapkan oleh Nono Ucing, 
penanggungjawab PKL Pasar Banjar, tidak diberantas di Kota Banjar. “Saya
 termasuk yang tidak setuju rentenir diberantas di Kota Banjar. Biarkan 
dulu mereka ada di Kota Banjar yang kita cintai ini,” kata dia.
Lho?
Menurut
 Nono Ucing yang sering diminta “ngaping” tokoh di Banjar seperti  
Dadang R. Kalyubi dan Soedrajat A dan tokoh lainnya itu, bagusnya 
lembaga keuangan di Kota Banjar meniru cara kerja rentenir. Mereka masuk
 ke pelosok desa atau berkeliaran di pasar-pasar dengan membawa uang. 
Ketika ada yang butuh dana cepat, mereka dengan cepat merespon yang 
butuh dana, tanpa menanyakan jaminan dan lain-lain.
Hanya, bila 
rentenir memasang bunga yang mencekik leher, lembaga  keuangan legal, 
tidak seperti itu. Bunga yang ditetapkan tetap ringan seperti aturan 
yang ada. “Dengan cara itu, tanpa diberantas pun, rentenir akan mundur 
sendiri di Kota Banjar. Jadi, itulah maksud saya rentenir jangan 
diberantas. Tanpa diberantas pun akhirnya mereka akan mati sendiri,” 
kata Nono.
Jika mungkin, kata dia, bukan hanya lembaga keuangan 
yang meniru cara rentenir, tetapi juga pihak yang bertanggungjawab 
terhadap penggunaan dana bergulir  yang merupakan bagian dari dana desa 
yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). 
“Masyarakat yang 
membutuhkan pasti akan berterimakasih kepada pemerintah jika bisa 
seperti itu, karena pada akhirnya mereka bisa bebas dari jeratan 
rentenir,”  kata Nono yang mengaku sering melihat PKL dan masyarakat 
yang bingung mencari suntikan modal itu.
Masalahnya, siapkah 
lembaga keuangan di Bajar dan penanggungjawab keuangan desa meniru gaya 
rentenir agar masyarakat bebas dari rentenir dan pada akhirnya rentenir 
mundur? (Aam P Sutarwan)***

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
0 Comments