Mari Berguru kepada Rentenir!

 DI Kota Banjar seperti diketahui umum, yang namanya rentenir atau lintah darat, tumbuh cukup subur.  Padahal, Pemkot Banjar sudah berupaya memperkecil jumlah  mereka, dengan berbagai cara, termasuk mempermudah izin pendirian lembaga keuangan mikro yang berdiri untuk kepentingan rakyat kecil.
Sejauh diketahui, para rentenir itu bergerak leluasa di pasar-pasar,  baik pasar besar yang beroperasi tiap hari, maupun pasar “kecil” yang beroperasi pada hari-hari tertentu seperti Pasar Langkaplancar dan Pasar Langensari. Tujuan pergerakan mereka, tiada lain untuk mencari mangsa, yakni para pedagang kaki lima atau pedagang kios yang butuh modal mendadak.
Mereka juga masuk-keluar kampung dan mendirikan “homebase” di wilayah tertentu. Tujuannya sama, yakni mencari mangsa masyarakat kecil yang butuh dana mendadak untuk berobat, sekolah anak, modal warung, atau kebutuhan mendadak lainnya. “Homebase” didirikan di kawasan perkampungan, adalah untuk mempermudah akses mereka ke masyarakat.
Sejauh diketahui, rentenir atau lintah darat tersebut begitu populer , bahkan oleh segelintir masyarakat dianggap “dewa penolong”.  Betapa tidak?
Di saat perbankan atau lembaga keuangan menerapkan persyaratan yang sedikit njelimet, misalnya mengharuskan peminjam  (walau jumlah yang dipinjam di bawah Rp 5 juta) mempunyai jaminan misalnya jaminan usaha atau benda, rentenir tidak menerapkan aturan tersebut. Rentenir bisa dengan mudah memberikan pinjaman, tanpa jaminan apapun.
Memang, bunga yang harus dibayar peminjam  rata-rata tinggi, jauh sekali dengan bunga dari perbankan resmi. Akan tetapi, umumnya hal itu tidak disoal masyarakat. Yang penting, uang yang dibutuhkan segera cair, urusan lain yakni tingginya bunga yang dikemudian hari bisa berbunga lagi, adalah urusan belakangan!
“Nu penting, abdi gaduh modal usaha. Soal bunga, teu janten soal. Kumaha engke we mayarna mah. Eta margina, Bapa X teh kanggo abdi mah sapertos dewa we,” kata Mang Yuyu, warga Langkaplancar, Langensari suatu ketika.
Mang Yuyu bertutur, sebelum meminjam dana ke Bapak X sampai tiga kali, dia sebenarnya berusaha meminjam uang ke bank yang menamakan diri bank rakyat. Akan tetapi, ajuan kreditnya tidak pernah direspon, dengan alasan tidak ada jaminan. Akhirnya dia lari ke rentenir yang lebih mudah, tanpa ada persyaratan berat.
ITULAH sebabnya, rentenir atau lintah darat itu, diharapkan oleh Nono Ucing, penanggungjawab PKL Pasar Banjar, tidak diberantas di Kota Banjar. “Saya termasuk yang tidak setuju rentenir diberantas di Kota Banjar. Biarkan dulu mereka ada di Kota Banjar yang kita cintai ini,” kata dia.
Lho?
Menurut Nono Ucing yang sering diminta “ngaping” tokoh di Banjar seperti  Dadang R. Kalyubi dan Soedrajat A dan tokoh lainnya itu, bagusnya lembaga keuangan di Kota Banjar meniru cara kerja rentenir. Mereka masuk ke pelosok desa atau berkeliaran di pasar-pasar dengan membawa uang. Ketika ada yang butuh dana cepat, mereka dengan cepat merespon yang butuh dana, tanpa menanyakan jaminan dan lain-lain.
Hanya, bila rentenir memasang bunga yang mencekik leher, lembaga  keuangan legal, tidak seperti itu. Bunga yang ditetapkan tetap ringan seperti aturan yang ada. “Dengan cara itu, tanpa diberantas pun, rentenir akan mundur sendiri di Kota Banjar. Jadi, itulah maksud saya rentenir jangan diberantas. Tanpa diberantas pun akhirnya mereka akan mati sendiri,” kata Nono.
Jika mungkin, kata dia, bukan hanya lembaga keuangan yang meniru cara rentenir, tetapi juga pihak yang bertanggungjawab terhadap penggunaan dana bergulir  yang merupakan bagian dari dana desa yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
“Masyarakat yang membutuhkan pasti akan berterimakasih kepada pemerintah jika bisa seperti itu, karena pada akhirnya mereka bisa bebas dari jeratan rentenir,”  kata Nono yang mengaku sering melihat PKL dan masyarakat yang bingung mencari suntikan modal itu.
Masalahnya, siapkah lembaga keuangan di Bajar dan penanggungjawab keuangan desa meniru gaya rentenir agar masyarakat bebas dari rentenir dan pada akhirnya rentenir mundur? (Aam P Sutarwan)***

Post a Comment

0 Comments