Saya merasa
beruntung sekali pernah menjadi wartawan media cetak selama lebih dari tiga
belas tahun. Ternyata, pengalaman bekerja di media cetak tersebut bermanfaat
sekali ketika saya memutuskan untuk
mencoba dunia baru di televisi dan terlibat secara penuh dalam pemberitaan di
televisi milik pemerintah, TVRI Jawa Barat.
Berkat
pengalaman tadi, saya tidak menghadapi persoalan ketika harus membuat narasi
untuk sebuah berita. Bahkan saya akui, membuat narasi untuk berita televisi itu
, berkat pengalaman tadi, terasa mudah, semudah membalikkan telapak tangan
saja. Kenapa begitu?
Berita
televisi sebenarnya berita yang mementingkan visual, gambar. Tanpa narasi, visual sebenarnya sudah bisa menyampaikan
pesan kepada publik, visual sudah bisa menyampaikan sebuah cerita dan berita.
Sebuah peristiwa jatuhnya pesawat atawa tabrakan maut, misalnya, bisa ditangkap
oleh publik walau tanpa ada narasi. Apalagi jika visual yang ditayangkan ke
publik, diambil juru kamera atau kontributor dari segala sudut dan arah.
Karena yang
dipentingkan adalah visual itulah, maka naskah atau narasi berita televisi
umumnya singkat dan padat. Sepanjang yang saya ketahui, naskah atau narasi
berita televisi, idealnya empat alinea
saja –kecuali berita tertentu yang sifatnya feature. Alinea pertama seperti
umumnya berita, news, adalah lead atau bagian yang dibaca penyiar.
Alinea kedua dan ketiga tubuh atau isi berita, sedangkan alinea terakhir,
merupakan kesimpulan atau penutup berita.
Di sinilah
saya merasa bersyukur punya sedikit pengalaman bekerja di sebuah media cetak.
Sebab membuat berita singkat dan padat sebanyak empat alinea bukanlah pekerjaan
yang sulit.
**
Akan tetapi,
ketika saya mendapat kepercayaan untuk berada di desk, dengan tugas memilih,
mememeriksa dan mengedit naskah kiriman kontributor TVRI Jawa Barat di seluruh
Jawa Barat bersama tim redaksi lain,
saya merasa tugas saya tidak mudah lagi. Sebab naskah kiriman teman-teman dari
daerah, umumnya “bermasalah”. Saya dan
tim redaksi lain yang sudah malang melintang di TVRI Nasional dan Jawa Barat,
hampir setiap hari menemukan naskah yang pabeulit,
lead panjang, dan jauh dari kaidah penulisan yang baik dan benar. Padahal, di
satu sisi, materinya bagus.
Atas izin
pimpinan terkait, saya sebenarnya sudah beberapa kali membuat catatan untuk
memandu teman-teman kontributor untuk mengingatkan kembali soal Subyek,
Predikat, Objek, pola berita yang baku, juga lead yan singkat dan padat. Sayangnya, barangkali karena kesibukan
teman-teman, catatan tersebut tidak
pernah dibaca. Sebab setelah hampir setahun lebih, tidak ada perubahan yang
significan. Akibatnya, tim redaksi harus berkeringat ketika akan menayangkan
sebuah berita. Kadang, naskah tersebut
harus dirombak total kalau memiliki
waktu yang panjang sebelum ke masa tayang.
Sekedar
contoh, inilah beberapa lead dan bagian berita kiriman teman-teman kontributor
tersebut.
Aksi unjuk rasa ribuan warga dari
tiga desa, warga Cikarang, Cibanteng dan
Babakan, Lingkar kampus IPB Dharmaga Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menutup jalan di dua titik jalan arternatif
kampus IPB, jalan desa cikarawang yang menghubungkan arah belakang kampus IPB
cifor dan pintu gerbang depan kampus, warga menuntut pihak kampus untuk membuka
kembali jalur jalan pengendara ojek yang
melintas sekitar kampus, warga merasa sudah puluhan tahun melitas jalur
arternatif IPB, baru kali ini tidak di perbolehkan melewati jalan tersebut,
dengan alasan program green kampus atau kampus hijau. Aksi dorong dorongan pun
terjadi antara warga dan pihak keamanan yang berjaga di kampus IPB Dharmaga Bogor.
Atau yang satu ini: seperti inilah suasana perpustakaan 400 Kota Cirebon Jawa Barat terlihat
sepi dari pembaca buku, namun hanya beberapa mahasiswa dan pelajar terlihat
sibuk mencari dan membaca buku sesuai dengan kebutuhan mereka.
Pusing,
bukan?
Saya
berkhayal, suatu ketika teman-teman kontributor memiliki kemampuan menulis yang
bagus, sesuai dengan kaidah berbahasa yang baik dan benar atau sesuai aturan
yang baku. Dalam khayalan tersebut, mereka mendapat bimbingan dan pengarahan
soal menulis berita yang baik dari praktisi bahasa atau penulis yang bekerja di
media cetak.
Sekali lagi,
berita televisi memang berita yang mementingkan visual, gambar. Tanpa narasi
pun, visual sebenarnya sudah bisa
menyampaikan pesan kepada publik, visual sudah bisa menyampaikan sebuah cerita
dan berita. Namun demikian, seorang
kontributor, reporter televisi tetap harus memiliki kecakapan menulis berita
yang baik dan benar. Tetapi, bisakah itu terjadi?***
0 Comments