“Inohong di bojong rangkong, lain inohong sabongbrong
inohong nu ngajak seuri, ngajak
nyeungseurikeun diri
ngajak naliti nastiti, ngajak
nyarita balaka
ngarampa ceda nu aya”
TAHUN 1980-an,
TVRI Jawa Barat pernah menayangkan sinetron bernuansa kehidupan Sunda yang
sangat populer, yakni Inohong di Bojong Rangkong (IdBR).
Sebagian syair lagunya, yang dikutip di awal tulisan ini, begitu populer
saat itu. Saking populernya, hingga saat ini masih banyak yang mengingatnya,
termasuk penulis.
Sekedar
mengenang, IdBR adalah sinetron yang ceritanya dibuat almarhum H. Rahmatullah Ading Affandi (RAF),
seorang budayawan dan pengarang ternama di Jawa Barat. Ceritanya basajan
alias sederhana, yakni tentang
kehidupan pedesaan dengan segala tetek bengeknya. Ceritanya juga
faktual, tidak mengawang-awang seperti kebanyakan senetron yang banyak
ditayangkan televisi belakangan ini. Adapun tokoh-tokohnya antara lain Sobana,
Enok, Jumanta, Soma, Erum, dan Iroh yang
sangat nyunda.
Di sinetron
ini juga ada intrik dan kritik. Tapi semuanya dibungkus rapih oleh almarhum RAF
dan tokoh di belakang layar lainnya seperti Aat Suratin. Intrik dan kritik
tersebut adalah tentang kehidupan dan
masyarakat Sunda ketika sinetron itu
dibuat. Terkadang, penontonnya juga
tertawa karena intrik dan kritik kehidupan masyarakat Sunda tersebut selalu dibalut dengan humor yang cerdas,
sehingga kita tidak sadar bahwa kita sebenarnya menertawakan diri kita sendiri.
Berbicara
tentang IdBR, terus terang, penulis punya kesan tersendiri. Ketika sinentron
itu ditayangkan, penulis yang masih
duduk di bangku SMP menjelang SMA, begitu
terpesona. Ketika sinetron tersebut on
air, keluarga penulis dipastikan nongkrong di depan televisi dengan beberapa makanan kecil di meja.
Demikian pula tetangga penulis. Ibu penulis waktu itu biasanya sejak siang
menyiapkan aneka santapan sebagai bekal nonton IdBR.
Sayangnya,
sinetron yang tiap episodenya jarang penulis lewatkan itu ternyata berhenti
tayang. Konon, terhentinya penayangan sinetron tersebut, karena terbatasnya
anggaran TVRI Jawa Barat. Hanya yang jelas, ketika sinetron tersebut berhenti
tayang, kami sekeluarga kehilangan tontonan yang menghibur tapi juga menuntun.
Belakangan,
ketika penulis mengetik nama sinetron tersebut di mesin pencarian Google, tulisan dan ulasan
tentang sinetron tersebut banyak sekali. Ketika iseng-iseng membaca beberapa
tulisannya, hampir semuanya terkesan oleh sinetron tersebut. Beberapa tulisan
lainnya mengisyaratkan harapan untuk
melihat tayangan itu kembali. Malah tak sedikit yang mengharapkan TVRI Jabar
memproduksi kembali sinetron tersebut.
“TVRI Jabar,
mungkinkah menghidupkan kembali Inohong di Bojong Rangkong? Mari kita dukung
TVRI Jabar memproduksi kembali sinetron tersebut,” begitu antara lain harapan
warga Jabar seperti dikutip dari beberapa blog.
Penulis, yang
belakangan aktif membantu LPP TVRI Jawa Barat di bidang Pemberitaan, merasa
bahwa harapan warga Jawa Barat untuk melihat kembali sinetron tersebut,
semestinya perlu diapresiasi oleh manajemen. Kemunculan kembali sinetron
tersebut, menurut hemat penulis, bisa membuat pemirsa TVRI Jawa Barat yang
sudah pindah “ke lain hati” akan kembali ke TVRI Jawa Barat, minimal ketika
sinetron tersebut on air.
Masalah
minimnya anggaran yang dimiliki LPP TVRI Jawa Barat, menurut hemat penulis,
bukanlah masalah besar. Soal itu, pasti bisa disiasati dan dicari. Seniman yang pernah terlibat dalam sinetron
IdBR pun dipastikan akan memberikan dukungan penuh, termasuk dari Kang Aat
Suratin. Apalagi karena Kang Aat – salahsatu seniman yang berada di belakang
IdBR, serta seniman dan budayawan
lainnya seperti Dose Hudaya, belakangan jadi lulugu Komunitas Pecinta TVRI Jawa
Barat yang terbentuk baru-baru ini di Cibaduyut.
Yang
dibutuhkan sekarang barangkali, niat dan keinginan pihak manajemen LPP TVRI
Jawa Barat untuk memproduksinya kembali. Sesuai taglinenya sobat urang sarerea, TVRI
Jabar diharapkan benar-benar menjadi
sahabat warga Jawa Barat. Siapa tahu, kehadiran sinetron tersebut bisa sedikit
mengangkat lagi pamor TVRI Jawa Barat dalam persaingan televisi yang makin
sengit.
Tapi, mungkinkah
harapan itu terwujud?
0 Comments