Ketika Raden
Jamu atau Adipati Surianagara III belum sawawa atau belum cukup umur jadi
Bupati Sumedang, suksesi di Sumedang tidak berjalan mulus. Saat itu banyak intrik yang muncul, dan
Sumedang pun kemudian harus dipimpin Bupati yang bukan “darah biru”
yakni keturunan langsung dari
Bupati Sumedang bernama Raden Surianagara yang memimpin Sumedang dari
1761 hingga 1765.
Berdasar
catatan yang ada, sepeninggal Raden
Surianagara II atau Bupati Sumedang ke 11,
walaupun Raden Jamu masih kecil, Sumedang tidak menghadapi “masalah”.
Pasalnya, saat tu masih ada adik kandung
Raden Surianagara bernama Raden Surialaga yang kemudian menggantikan posisi
kakaknya, menjadi Bupati Sumedang ke 12 dari tahun 1765 hingga 1773.
Yang jadi
masalah adalah, setelah Bupati ke 12 atau disebut Dalem Panungtung dari
keturunan Pangeran Santri meninggal dunia. Siapa yang mengganti? Saat itu,
Raden Jamu masih berumur 11 tahun. Di pihak lain, putra Raden Surialaga pun,
yang sulung, yakni Raden Ema masih berusia 9 tahun sehingga tidak bisa
menggantikan sang ayah.
Berdasar
catatatan sejarah, sambil menunggu keturunan Pangeran Santri sawawa, Sumedang selama tiga periode
dipimpin oleh Bupati yang dinamakan Bupati Panyelang dari Parakanmuncang selama
tiga periode, dan diangkat VOC.
Mula-mula, yang diangkat jadi Bupati Panyelang tersebut adalah Adipati
Tanubaya, kemudian menantunya, Tumenggung Patrakusuma yang semula menjadi
Bupati Parakanmuncang.
Saat akan
menentukan Tumenggung Patrasukuma menjadi Bupati Sumedang, konon banyak intrik
yang terjadi. Inohong Sumedang banyak
yang menolak pencalonan tersebut. Namun karena 4 umbul di Sumedang tiba-tiba
mendukung Bupati Parakanmuncang tersebut jadi Bupati Sumedang, kepemimpinan
Sumedang akhirnya jatuh juga kepada menantu Adipati Tanubaya.
VOC sendiri
konon tidak mengakui kepemimpinan yang bersangkutan. Jangan heran jika kemudian
ada gerakan untuk menjatuhkan yang bersangkutan dengan berbagai cara sehingga
Tumenggung Patrakusumah “terpeleset” lalu diberhentikan VOC dengan alasan
melakukan pelanggaran. Tumenggung Patrakusumah selanjutnya diasingkan ke
Batavia.
Yang
menggantikan Tumenggung Patrakusumah adalah Patih Sumedang Raden Satjapati.
Namun seperti pada era Bupati Panyelang Kedua, di Sumedang terjadi gejolak lagi yang berbuntut pada pemberhentian Raden
Satjapati oleh VOC. Karena dianggap tidak cakap, Raden Satjapati yang sempat
bergelar Adipati, turun tahta lagi jadi patih, hingga Sumedang kembali
mengalami kekosongan pemimpin.
Bersamaan
dengan itu, sang penerus tahta bernama Raden Jamu yang diam-diam ngalalana ke berbagai daerah semakin
matang saja. Setelah menjalani berbagai tantangan dan keprihatinan, teureuh Sumedang ini berhasil menjadi
Wadana Cikalong di Cianjur.
Mengetahui putra mahkota sudah sawawa, Raden Satjapati
usul kepada VOC agar Raden Jamu dibawa pulang ke Sumedang dan dibenum jadi Bupati Sumedang. VOC pun
setuju. Raden Jamu kemudian dibawa ke Sumedang dan diangkat sebagai Bupati
Sumedang ke 15 dengan gelar Pangeran Kusumadinata IX. Pengangkatan Raden jamu
ini dianggap sebagai kembalinya tampuk jabatan bupati kepada keturunan langsung
Pangeran Santri yang dalam beberapa periode sempat terputus.
Sumedang Kini
Yang
menarik, jika dicermati, kondisi
Sumedang saat itu, sedikit ada kemiripan dengan kondisi Sumedang kini, pasca
kepemimpinan Don Murdono yang memimpin Sumedang selama dua periode. Setelah
masa jabatan Don Murdono habis, selama satu periode yakni dari tahun 2013
hingga 2018, Sumedang sudah mengalami
tiga kali pergantian Bupati, tak beda dengan ketika Sumedang dipimpin oleh 3
Bupati Panyelang.
Seperti
diketahui bersama, dalam periode tersebut, yang menjadi Bupati adalah H. Endang
Sukandar. Namun karena yang bersangkutan meninggal dunia, posisinya kemudian
diganti wakilnya, Ade Irawan.
Dalam
perkembangannya, karena ada intrik, Ade
Irawan harus tersingkir dari tampuk kepemimpinan di Sumedang. Hal itu terjadi
setelah Ade menentukan wakilnya, Eka Setiawan. Di kemudian hari, setelah Ade berurusan dengan
hukum ( ini mirip nasib Tumenggung Patrakusumah yang diasingkan ke Batavia oleh
VOC) sang wakil, Eka Setiawan naik tahta
menjadi Bupati Sumedang. Eka sebelumnya
mantan pejabat di Pemkab Sumedang, dan ini mungkin mirip Patih Sumedang Raden
Satjapati yang kemudian naik tahta jadi Bupati Sumedang.
Apakah Eka
Setiawan akan bernasib sama seperti Raden Satjapati, diberhentikan lagi? Tentu
penulis tidak berharap hal itu terjadi.
Yang
diharapkan penulis terkait Sumedang, setelah periode 2013-2018 ini, Sumedang
tidak terus menerus digoyang persoalan suksesi yang melelahkan yang berakibat
terganggunya pemerintahan. Selain itu,
penulis berharap, pada periode 2018-2023 nanti, muncul pupuhu Sumedang yang
betul-betul matang layaknya Raden Jamu, yang memimpin dengan hati wening, bersih tanpa pamrih, dan saestuna keur karaharjaan rahayat.
Pemimpin
nanti, bisa saja keturunan menak
Sumedang dari Pangeran Santri. Tapi bisa saja dari cacah atau rakyat biasa tetapi memiliki pemahaman yang jero soal Sumedang dan tentu saja harus
berhati seperti Raden Jamu. Cag!
0 Comments