Friday, February 3, 2012

Melongok Situs Singa Perbangsa



SEBUAH papan pemberitahuan dengan ukuran sekira 60 cm x 100 cm, berdiri di tepi Jalan Siliwangi Banjar-Jawa Tengah. Papan berwarna putih kusam dengan tulisan warna hitam itu bila amati berukuran kecil, sehingga  tidak bisa dilihat dengan jelas. Apalagi karena papan tersebut  ternyata terhalang oleh sejumlah dahan pepohonan.
Akibatnya, “pesan” yang ingin disampaikan papan tersebut  bahwa di tempat itu ada sebuah situs, yaknis Situs Budaya Singa Perbangsa, tidak bisa diketahui dengan mudah. Termasuk yang tidak bisa dilihat dengan jelas tersebut adalah tulisan warna hitam yang tertera dalam papan mengenai isi UU No 5 Tahun 1992 Bab VIII Pasal 2.5.
Adapun bunyi uu tersebut, adalah “Barang siapa dengan sengaja merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungan atau membawa, memindahkan, mengambil, mengubah bentuk dan/ atau warna, memugar atau memisahkan benda cagar budaya tanpa seizin pemerintah sebagaimana dimaksud dalam uu tersebut…” akan dipidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun, atau denda setinggi-tingginya 100 juta rupiah.
Sebuah jalan setapak, tampak di tepi jalan utama Banjar-Jawa Tengah di dekat papan kusam tersebut.  Itulah jalan satu-satunya yang mengarah ke situs cagar budaya yang berada sekira 20 meter dari tepi jalan.
Jalan setapak tersebut, bila dicermati terlihat sempit, lebarnya hanya sekira 60 cm saja Selain sempit, jalan itu pun terbilang licin karena dipenuhi dedaunan kering dan rumput liar.
Itu artinya, tiap orang yang akan berkunjung ke situs budaya itu, haruslah hati-hati. Tidak sembrono. Jika tidak hati-hati alias sembrono, bisa saja terpeleset. Apalagi karena di jalan tersebut, tidak ada pegangan yang kokoh, selain pagar kayu yang sudah lapuk.
Sekira 20 meter dari tepi jalan, atau setelah melewati jalan setapak menanjak itu dengan susah payah, kita akan melihat dua makam tua berukuran besar. Dua makam yang di atasnya berserakan batu gunung itu, ukurannya beda. Yang satu berukuran lebih besar, sedangkan yang satunya lagi, agak kecil. Makam yang berukuran besar, menurut warga setempat “dihuni” Singa Perbangsa, sedangkan yang kecil, adalah istri Singa Perbangsa. Keduanya berada dalam areal kecil berpagar kayu dan bambu lapuk, dan diteduhi pohonan besar.
Di luar areal situs, ada dua bangunan kecil (saung) yang juga sudah lapuk. Bangunan pertama berada dekat makam, sedangkan yang satunya lagi agak jauh dari makam, dan berada di dalam sebuah tempat mirip gua. Namun perlu diketahui, baik kedua makam maupun kedua saung itu, berada di kawasan milik PT Perhutani.
                                                                          ***          
PERSOALANNYA sekarang betulkah yang bersemayam di situs tersebut Singa Perbangsa? Lalu, ada kaitankah dengan tokoh Singa Perbangsa di Kabupaten Karawang?
Sebenarnya, tidak banyak keterangan yang memberi petunjuk ihwal keberadaan makam tersebut. Hanya beberapa catatan menunjukkan bahwa yang bersemayam di makam tersebut memang Dalem Singa Perbangsa. Catatan itu bahkan menyebutkan bahwa dia sebenarnya ayah dari Bupati Karawang pertama yang berkuasa pada abad XVII,  ketika Tatar Sunda dikuasai Mataram.
“Warga di sini meyakini bahwa yang bersemayam di sini memang ayah Bupati Karawang yang dilantik menjadi Bupati oleh Sultan Agung tahun 1633, dan meninggal dunia tahun 1677 serta dimakamkan di Desa Manggung Jaya Kec. Cilamaya, Karawang,” kata Sapri, warga sekitar situs yang sering memberikan penjelasa kepada mereka yang berkunjung ke situs.
Menurut Sapri, berdasarkan keterangan yang diperoleh dan selalu ia ingat, Kanjeng Adipati Singaperbangsa yang menjadi Bupati Karawang pertama tersebut berasal dari Kertabumi, Galuh. Bukti bahwa Adipati Singa Perbangsa berasal dari Kertabumi, setelah dilantik Sultan Agung, ia diberi gelar Adipati Kertabumi IV. Adapun Kertabumi, berdasarkan catatan, merupakan sebuah kerajaan kecil di Tatar Galuh dan berpusat di Cimaragas.
Dai mengatakan, nama Adipati Singaperbangsa semula kurang terkenal. Namun ketika Sultan Agung (1613 – 1645) berkuasa dan Kerajaan Mataram mulai mengembangkan wilayah kekuasaannya, nama Adipati Singaperbangsa mulai muncul. Hal itu terjadi setelah Sultan Agung  mengangkat Singaperbangsa menjadi Adipati Kertabumi III. Singaperbangsa ini merupakan putra Prabu di Muntur.
Namanya Singa Perbangsa semakin terkenal, ketika Sultan Agung pada tahun 1632 menugaskan Singaperbangsa mengamankan daerah Karawang dari gangguan tentara Banten. Saat itu, Singaperbangsa melaksanakan tugas tersebut dengan  sungguh-sungguh sehingga dipandang berhasil. Setahun kemudian, tahun 1633, atas keberhasilannya dia diberi penghargaan oleh Sultan Agung berupa keris, bernama “Karosinjang.”
Pulang dari Mataram, sedianya Singaperbangsa akan kembali ke Karawang karena sudah mendapat tempat di hati masyarakat Karawang. Akan tetapi, di tengah perjalanan ia memutuskan untuk kembali dulu ke Kertabumi, Galuh.
Pada akhirnya, dia tidak bisa kembali ke Karawang, karena ia ternyata meninggal dunia di tanah kelahirannya, Galuh. Sultan Agung kemudian menunjuk penggantinya untuk jadi adipati di Karawang. Penggantinya adalah Adipati Kertabumi IV yang tidak lain merupakan anak Singaperbangsa I yang meninggal dunia di Galuh. Wallohualam bissawab. Cag. **





No comments:

Arsip

  • ()
  • ()
Show more