Alhamdulilah,
sejak tulisan Gedong Dalapan, St Paul’s Hill Indonesia dirilis, banyak
tanggapan positif kepada Mang Ape. Mereka pun seluruhnya sepakat, gedung tua
tersebut harus diselamatkan. Pemkot Banjar atau PTKA, diharapkan memperhatikan
bangunan tua tersebut.
“Saya
mendukung adanya Gerakan Penyelamatan Banjar Heritage. Kalau pemerintah belum
peduli, masyarakat Banjar, mungkin dipelopori Mang Ape, harus memulainya sejak
sekarang,” tulis Otto Santosa Kurdian, putra tokoh pendidikan di Banjar, Coordian.
Kalau
upaya penyelamatan tidak dilakukan sejak sekarang, Otto khawatir, bangunan tua
tersebut, hancur. Kekhawatiran itu muncul mengingat kondisi bangunan tua
tersebut sudah dalam kondisi memprihatinkan.
Berita ini didukung :
Warga
Banjar lain, Subagja Hamara, putra tokoh pejuang Banjar juga mengaku sangat
setuju jika Gedong Dalapan dibenahi, kemudian dijadikan objek wisata sejarah
dan budaya. “Saya mendukung upaya penyelamatan Gedong Dalapan,” tulisnya
melalui pesan di FB Mang Ape.
Dalam
ingatan beberapa pembaca blog Mang Ape, Gedong Dalapan itu adalah tempat
bermain mereka semasa kecil. Di sana mereka biasanya main kelereng, atau main “perang-perangan”.
Subagja
bercerita, saat dia kecil, gedong itu jadi asrama Batalyon 323. Di sana banyak
mobil tentara. “Abdi kantos geubis tina mobil tentara basa nuju
perang-perangan. Sampean dugi ka dikaput. Tandana aya keneh,” tulis Subagja
yang mengaku bahwa dulu, rumahnya berada di sekitar Gedong Dalapan.
Otto
juga mengaku banyak menghabiskan masa kecilnya di Gedong Dalapan. Apalagi
karena waktu dia kecil, di Gedong Dalapan ada sebuah stasiun radio. Dia sering
hadir di stasiun itu, mengikuti ayahnya yang punya andil besar di dunia
pendidikan di Banjar.
“Gedong
Dalapan termasuk bangunan unik. Salahsatu heritage Banjar itu mesti
diselamatkan. Begitu juga yang lainnya. Sekarang, dan beberapa waktu mendatang
perlu ada penyelamat Banjar Heritage,” kata konsultan sebuah perusahaan yang
sering guyon dan mengaku dirinya “pedagang sayur” ke perumahan yang banyak
ibu-ibunya itu, sambil tertawa. ***
No comments:
Post a Comment