Saturday, February 25, 2017

Bahasa Berita Televisi

Saya merasa beruntung sekali pernah menjadi wartawan media cetak selama lebih dari tiga belas tahun. Ternyata, pengalaman bekerja di media cetak tersebut bermanfaat sekali ketika  saya memutuskan untuk mencoba dunia baru di televisi dan terlibat secara penuh dalam pemberitaan di televisi milik pemerintah, TVRI Jawa Barat.
Berkat pengalaman tadi, saya tidak menghadapi persoalan ketika harus membuat narasi untuk sebuah berita. Bahkan saya akui, membuat narasi untuk berita televisi itu , berkat pengalaman tadi, terasa mudah, semudah membalikkan telapak tangan saja. Kenapa begitu?

Berita televisi sebenarnya berita yang mementingkan visual, gambar. Tanpa narasi,  visual sebenarnya sudah bisa menyampaikan pesan kepada publik, visual sudah bisa menyampaikan sebuah cerita dan berita. Sebuah peristiwa jatuhnya pesawat atawa tabrakan maut, misalnya, bisa ditangkap oleh publik walau tanpa ada narasi. Apalagi jika visual yang ditayangkan ke publik, diambil juru kamera atau kontributor dari segala sudut dan arah.
Karena yang dipentingkan adalah visual itulah, maka naskah atau narasi berita televisi umumnya singkat dan padat. Sepanjang yang saya ketahui, naskah atau narasi berita televisi,  idealnya empat alinea saja –kecuali berita tertentu yang sifatnya feature. Alinea pertama seperti umumnya berita, news, adalah lead atau bagian yang dibaca penyiar. Alinea kedua dan ketiga tubuh atau isi berita, sedangkan alinea terakhir, merupakan kesimpulan atau penutup berita.
Di sinilah saya merasa bersyukur punya sedikit pengalaman bekerja di sebuah media cetak. Sebab membuat berita singkat dan padat sebanyak empat alinea bukanlah pekerjaan yang sulit.
                                                                               **
Akan tetapi, ketika saya mendapat kepercayaan untuk berada di desk, dengan tugas memilih, mememeriksa dan mengedit naskah kiriman kontributor TVRI Jawa Barat di seluruh Jawa Barat bersama tim  redaksi lain, saya merasa tugas saya tidak mudah lagi. Sebab naskah kiriman teman-teman dari daerah, umumnya “bermasalah”.  Saya dan tim redaksi lain yang sudah malang melintang di TVRI Nasional dan Jawa Barat, hampir setiap hari menemukan naskah yang pabeulit, lead panjang, dan jauh dari kaidah penulisan yang baik dan benar. Padahal, di satu sisi, materinya bagus.
Atas izin pimpinan terkait, saya sebenarnya sudah beberapa kali membuat catatan untuk memandu teman-teman kontributor untuk mengingatkan kembali soal Subyek, Predikat, Objek, pola berita yang baku, juga lead yan singkat dan padat. Sayangnya, barangkali karena kesibukan teman-teman,  catatan tersebut tidak pernah dibaca. Sebab setelah hampir setahun lebih, tidak ada perubahan yang significan. Akibatnya, tim redaksi harus berkeringat ketika akan menayangkan sebuah berita.  Kadang, naskah tersebut harus dirombak total kalau  memiliki waktu yang panjang sebelum ke masa tayang.
Sekedar contoh, inilah beberapa lead dan bagian berita kiriman teman-teman kontributor tersebut.
Aksi unjuk rasa ribuan warga dari tiga desa, warga Cikarang, Cibanteng dan  Babakan, Lingkar kampus IPB Dharmaga Kabupaten Bogor, Jawa Barat,  menutup jalan di dua titik jalan arternatif kampus IPB, jalan desa cikarawang yang menghubungkan arah belakang kampus IPB cifor dan pintu gerbang depan kampus, warga menuntut pihak kampus untuk membuka kembali jalur jalan pengendara ojek  yang melintas sekitar kampus, warga merasa sudah puluhan tahun melitas jalur arternatif IPB, baru kali ini tidak di perbolehkan melewati jalan tersebut, dengan alasan program green kampus atau kampus hijau. Aksi dorong dorongan pun terjadi antara warga dan pihak keamanan yang berjaga di kampus IPB Dharmaga Bogor.
Atau yang satu ini:  seperti inilah suasana perpustakaan 400 Kota Cirebon Jawa Barat terlihat sepi dari pembaca buku, namun hanya beberapa mahasiswa dan pelajar terlihat sibuk mencari dan membaca buku sesuai dengan kebutuhan mereka.
Pusing, bukan?
Saya berkhayal, suatu ketika teman-teman kontributor memiliki kemampuan menulis yang bagus, sesuai dengan kaidah berbahasa yang baik dan benar atau sesuai aturan yang baku. Dalam khayalan tersebut, mereka mendapat bimbingan dan pengarahan soal menulis berita yang baik dari praktisi bahasa atau penulis yang bekerja di media cetak.

Sekali lagi, berita televisi memang berita yang mementingkan visual, gambar. Tanpa narasi pun,  visual sebenarnya sudah bisa menyampaikan pesan kepada publik, visual sudah bisa menyampaikan sebuah cerita dan berita. Namun demikian,  seorang kontributor, reporter televisi tetap harus memiliki kecakapan menulis berita yang baik dan benar. Tetapi, bisakah itu terjadi?***

No comments:

Arsip

  • ()
  • ()
Show more