Liputan Sukhoi, Sendiri dan Memang yang Membosankan

Dua televisi berita di Indonesia, TV One dan Metro TV dipastikan banyak ditongkrongi warga Indonesia sejak lima hari belakangan ini. Petaka Sukhoi adalah penyebabnya.
Ya, siapapun,  akhir-akhir ini akan berusaha mengetahui berita teranyar soal jatuhnya pesawat buatan Rusia itu, dan dua saluran televisi tersebut, menjadi sarana untuk mencari tahu –selain situs berita online seperti detik.com, kompas online, inilah.com dan beberapa yang lainnya. Saya, termasuk yang cukup sering menongkrongi TV One dan Metro TV.
Harusnya, saya puas menikmat sajian berita-berita tersebut, terutama sajian laporan langsung reporter dari tempat kejadian perkara (TKP). Minimal, tidak ada gangguan yang membuat bosan dan jengkel dari laporan tersebut.
Akan tetapi, kenyataannya, tiap kali saya menongkrongi kedua stasiun televise berita itu, rasa terganggu, bosan dan jengkel, selalu muncul. Akhirnya, belakangan saya lebih sering mengakses berita ternyar petaka Sukhoi, bukan dari dua stasiun tv berita itu, tetapi dari situs berita online.
Apa yang membuat saya kengkel dan merasa terganggu? Jujur saja, yang membuat jengkel dan terganggu tersebut adalah kata “sendiri” dan “memang” yang selalu diucapkan reporter kedua televisi berita itu. Parahnya, bukan hanya satu reporter yang kerap mengulang-ulang dua kata itu dalam laporannya, tetapi hampir seluruh reporter yang meliput peristiwa tragis tersebut.
Saya bukan ahli bahasa.  Tetapi, kebiasaan reporter televisi mengucapkan dua kata itu, saya rasa kurang sesuai dengan kaidah berbahasa yang baik dan benar.  Makin tidak sesuai dengan kaidah lagi, karena kata “sendiri” dan “memang”  itu sering diucapkan reporter dalam konteks yang tidak benar, atau tidak pas disebutkan.
Sendiri, sebenarnya mengandung arti  keadaan, hal atau sifat yang berkaitan dengan orang lain, tanpa bantuan orang lain. Sebuah kamus menjelaskan bahwa sendiri itu berarti “tidak dengan lantaran atau bantuan orang atau barang lain; atau orang yang sesungguhnya, bukan wakil atau pengganti; seorang diri, bukan dengan orang lain; terasing, atau terpisah dari yang lain.”
Nah bila menyimak laporan reporter, sering kali kata sendiri itu diucapkan tidak pada konteks yang tepat, tidak mengacu kepada arti katanya.  Misalnya, saya beberapa kali mendengar reporter mengatakan, “pesawatnya sendiri…”, “korbannya sendiri,”, “para keluarga korban sendiri,”,” cuacanya sendiri,” dan kalimat-kalimat lainnya.
Mereka mengucapkan kata tersebut selalu diulang-ulang seakan sudah menjadi suatu keharusan atau kewajiban.
Kata lain yang juga berkali-kali diucapkan reporter adalah kata memang. Memang menurut kamus mengandung arti sebenarnya; selalu begitu halnya. Akan tetapi, oleh reporter, kata itu sering diucapkan tidak pada konteks yang tepat. Tak apa, barangkali jika, sang reporternya mengucapan satu-dua kali saja. Kenyataannya, kata itu diucapkan berkali-kali.
Saya tidak tahu apakah reporter itu mendapat pelatihan bicara atau melaporkan yang baik dan benar dari manajemen televise tersebut, atau tidak? Saya juga tidak tahu  apakah atasan sang reporter menyadari  kesalahan rekan kerjanya di lapangan itu, atau tidak?
Yang pasti, ketika tulisan ini disusun, sayup-sayup reporter salahsatu dari dua televise itu, terus asyik dengan kata “sendiri “ yang penggunaannya diulang dan membuat “isi telinga berlompatan” itu. Yah, saya sendiri akhirnya memang mematikan televise itu….




Post a Comment

0 Comments