Kalau tidak ada perubahan, tahun 2018, Sumedang akan
menggelar pemilihan kepala daerah. Beberapa pihak sebenarnya berharap suksesi
di Sumedang dipercepat. Namun bila melihat aturan yang ada, pilkada Sumedang
dipercepat tersebut tidak mungkin
dilaksanakan. Itu artinya, pilkada masih dua tahun lebih lagi.
Hebatnya, walaupun masih dua tahun lebih, aroma suksesi
sekarang sudah mulai terasa. Sejumlah tokoh mulai singkil. Ada yang
bercuap-cuap dan nembongkeun
perhatiannya kepada Sumedang di sosial media. Ada yang bersuara lantang melalui
media agar dilirik partai dan masyarakat,
ada juga yang mulai kukurusukan
ke komunitas tertentu, untuk mencari dukungan.
Mereka, yang mulai singkil tersebut, antara lain berprofesi
sebagai politisi, birokrat, pengusaha, LSM, dokter, tentara dan polisi. Beberapa
tokoh, konon, bahkan sekarang sudah mulai menyusun kekuatan. Tokoh tertentu itu
misalnya merayu LSM, media, dan komunitas tertentu untuk berada di belakangnya,
mendukung rencananya.
Melihat hal itu, penulis yang notabene putra Sumedang asli yang lahir di
Tanjungsari, tapi lama ngumbara di lembur batur karena tugas, merasa bangga. Sebab kenyataan tersebut
menjadi petunjuk bahwa animo putra Sumedang untuk menjadi pemimpin sangat
besar. Hal itu terjadi barangkali karena kesempatan menjadi orang nomor satu
dan dua di Sumedang terbuka lebar, kendati nanti, Wakil Bupati Sumedang Eka
Setiawan, mungkin akan maju juga sebagai petahana.
Barangkali mereka melihat, Eka bukanlah figur yang kuat
sekalipun yang bersangkutan akhirnya maju juga. Ya, karena jadinya Eka sebagai
orang nomor dua di Sumedang bukan atas pilihan rakyat Sumedang, melainkan karena
Bupati Ade Irawan yang butuh wakil, kapincut
oleh Eka— walau pada akhirnya Ade mengaku kaduhung
memilih yang bersangkutan sebagai wakilnya.
Dengan besarnya animo warga Sumedang untuk berebut kursi
kepemimpinan tersebut, tidak mustahil pada pelaksanaannya nanti, Sumedang akan
mencetak rekor lagi. Yakni rekor pilkada dengan pasangan pasangan calon terbanyak, seperti terjadi pada Pilkada 2013 yang
diikuti delapan pasangan calon. Kecenderungan itu bisa saja terjadi, mengingat
syarat maju melalui jalur perseorangan, berdasar aturan baru Komisi Pemilihan
Umum, semakin ringan. Tak mustahil, jumlah paslonnya tak jauh beda dengan
pilkada terakhir, bahkan mungkin saja lebih.
Sekali lagi, penulis bangga dengan besarnya animo menjadi
pemimpin tersebut.
Namun demikian,
setelah mencermati tokoh-tokoh yang muncul dan disebut-sebut media akan
maju dalam pilkada nanti, penulis
sedikit kacewa juga. Pasalnya penulis melihat, tokoh-tokoh yang selama ini
menyatakan akan maju dan secara sefihak dinyatakan media siap maju, ternyata
tidak ada satu pun dari kaum perempuan.
Semuanya, dari kaum pria. Orangnya pun masih itu-itu juga.
Mungkin saja penulis kurang cermat membaca situasi. Tetapi,
hingga sejauh ini, sejauh yang dibaca di media baik cetak maupun online, belum
ada nama tokoh wanita Sumedang yang disebut-sebut akan maju. Padahal, di Sumedang
sebenarnya ada beberapa tokoh wanita yang sepertinya layak menjadi pemimpin.
Apakah karena tidak ada yang siap maju, atau sebenarnya ada tetapi masih
malu-malu kucing dan tidak seagresif kaom Adam? Entahlah.
Hanya yang pasti, kehadiran calon pemimpin dari kaom wanita
itu sepertinya diharapkan sekali di Sumedang.
Siapa tahu, calon pemimpin perempuan tersebut bisa menjadi angin segar
di Sumedang ketika calon pemimpin dari kaom Adamnya kurang menjanjikan.
Berdasarkan data BPS Sumedang tahun 2014 , jumlah penduduk
wanita di Sumedang kurang lebih sebanyak 567.538.000 orang. Jumlah sebanyak itu
hampir seimbang dengan jumlah penduduk
pria. Dengan jumlah sebanyak itu dan jumlah hampir sebanding dengan penduduk
pria, masa tidak ada yang siap makalangan?
Dalam pilkada 2013 lalu, penulis mencatat ada tiga srikandi yang tampil, yakni
Eni Sumarni, Mully Muryati Sukarya dan Erni Juwita. Dalam pilkada mendatang,
boleh juga ketiganya tampil lagi, selain muncul calon wanita lainnya.
Daerah lain, sebut saja Indramayu, Kota Banjar, Karawang, Cimahi,
Tangerang Selatan, dan yang lainnya, sudah berhasil mencetak pemimpin daerah
perempuan yang dinilai berhasil membangun daerahnya. Sumedang pun tidak ada
salahnya dipimpin seorang wanita kredibel. Melihar berhasilnya kepemimpinan
perempuan di beberapa daerah tadi, siapapun pasti tidak boleh mengangap enteng
seorang perempuan.
Mungkin perlu diingat bahwa Sumedang saat ini sedang berada
dalam fase ngarangrangan. Siapapun
sepakat bahwa seorang wanita akan dengan telaten dan setia membuat tumbuhan
atau pepohonan yang hampir mati mekar kembal. Usapan tangannya yang halus dan
lembut, biasanya memang luar biasa. Siapa tahu, dengan pemimpin perempuan
tersebut, Sumedang menjadi makmur dan
sejahtera. Sumedang bebas dari fase ngarangrangan
yang sudah diramal para pendahulu di Tatar Sunda.
*penulis warga Sumedang, kini bekerja di TVRI Jawa Barat. (tulisan ini pernah dimuat di Sumedang Ekspres)
0 Comments